Apa itu Terapi Kraniosakral: Gambaran Umum, Manfaat, dan Hasil yang Diharapkan
Apa itu Terapi Kraniosakral?
Terapi kraniosakral adalah pengobatan alternatif yang dirancang untuk melancarkan aliran cairan serebrospinal yang mengelilingi otak dan sumsum tulang. Cairan serebrospinal berperan sebagai bantalan yang melindungi kedua organ penting ini dari cedera.
Teknik ini dapat meningkatkan respirasi primer, istilah yang digunakan untuk motilitas dari sistem saraf pusat, yang juga merupakan mekanisme bagi mobilitas tulang kranial serta membran intrakranial dan intraspinal. Teknik ini dikembangkan untuk mengobati berbagai macam gangguan pada sistem kraniosakral, yang terdiri dari membran dan cairan yang melapisi tengkorak, tulang wajah, dan tulang belakang. Secara keseluruhan, sistem kraniosakral berfungsi untuk melindungi dan melengkapi tulang dengan bantalan, serta membantu fungsi sistem saraf pusat.
Terapi kraniosakral awalnya dikembangkan oleh John Upledger, seorang spesialis osteopati terkemuka. Osteopati adalah cabang ilmu kedokteran yang fokus mengobati gangguan kesehatan dengan pijatan dan manipulasi tulang, otot, dan sendi. Konsep ini didasarkan pada ide seorang spesialis osteopati terhormat, William Sutherland, yang menyatakan bahwa tulang kranial mengalami perubahan bentuk yang berirama.
Para pendukung teknik terapi ini mengungkapkan, untuk meningkatkan fungsi saraf dibutuhkan metode non-invasif yang halus. Praktisi terapi kraniosakral, termasuk dokter allopathy (pengobatan alternatif/terapi konvensional), ahli kiropraktik (pijat tulang), spesialis neuropati, perawat, ahli terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi pijat, serta spesialis patologi wicara dan bahasa.
Siapa yang Perlu Menjalani Terapi Kraniosakral dan Hasil yang Diharapkan
Terapi kraniosakral dianjurkan bagi pasien yang menderita:
- Migrain dan sakit kepala kronis – Terapi kraniosakral dapat mengurangi tekanan di dalam kepala untuk menghilangkan nyeri
- Nyeri leher dan punggung
- Kelainan atau radang sendi temporomandibular, yang menghubungkan tengkorak dengan rahang bawah
- Insomnia
- Sindrom kelelahan kronis – Terapi kraniosakral juga dianjurkan sebagai terapi tambahan bagi pasien yang terdiagnosis sindrom kelelahan kronis. Penyakit ini ditandai dengan demam, terus merasa lelah, dandepresi. Metode pengobatan ini dapat sangat membantu pasien yang pernah mencoba metode pengobatan lain, tapi tidak berhasil meredakan gejala.
- Gangguan stres pasca trauma – Di beberapa kasus, pasien yang menderita gangguan stres pasca trauma akan merasa lebih baik setelah menjalani terapi kraniosakral.
Cara Kerja Terapi Kraniosakral
Terapi kraniosakral merupakan prosedur rawat jalan. Prosedur diawali dengan meminta pasien untuk berbaring dengan pakaian lengkap. Terapis akan memijat kulit kepala dan bagian leher pasien dengan lembut, untuk mengevaluasi dan mengamati irama sistem kraniosakral. Kemudian, ketidakseimbangan dan keterbatasan perlahan dilonggarkan dan dilepaskan. Sentuhan yang ringan dan lembut ini dilakukan untuk melepaskan tekanan dalam sumsum tulang dan otak.
Terapis juga akan memijat tulang panggul untuk memperlancar aliran cairan di sepanjang sistem kraniosakral dan membantu evaluasi irama kraniosakral.
Umumnya, para terapis sangat terbiasa dengan sistem yang rumit ini, sehingga mereka dapat mengenali sekecil apapun penyimpangan atau ketidakseimbangan. Mereka berusaha memanipulasi tulang, dari puncak tengkorak hingga area panggul, untuk mengikuti dan melancarkan cairan serebrospinal. Manipulasi kecil ini pun dapat mendorong dan membantu proses penyembuhan tubuh secara alami.
Kemungkinan Komplikasi dan Resiko Terapi Kraniosakral
Meskipun termasuk jarang, terapi kraniosakral dapat menyebabkan tekanan dan cedera pada tulang, saraf, dan bagian tubuh lain yang dipijat.
Karena memerlukan pijatan di puncak kepala, terapi kraniosakral berpotensi menyebabkan cedera pada pasien bayi dan anak dengan struktur tengkorak yang belum mengeras dan terbentuk sempurna.
Rujukan:
- Greenman, PE; McPartland, JM (1995). “Cranial findings and iatrogenesis from craniosacral manipulation in patients with traumatic brain syndrome”. The Journal of the American Osteopathic Association 95 (3): 182–8; 191–2.
- Herring, Susan W. (2008). “Mechanical Influences on Suture Development and Patency”. In Rice, David P. Craniofacial Sutures: Development, Disease and Treatment. Frontiers of Oral Biology 12. Karger. pp. 41–56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar